Frau, Suara Surga dari Jogja
Namanya Leilani Hermiasih. Biasa dipanggil Lani. Lahir di Yogyakarta, kota istimewa yang banyak menghasilkan seniman besar. Lani bisa dibilang perempuan biasa-biasa saja. Bahkan cenderung sosok yang pemalu. Bicaranya pun terkesan kaku.
Tapi cobalah saksikan saat ia di atas panggung. Seperti hilang kesadaran melihat kelincahan jemarinya bergerak di sekujur tuts keyboard. Belum lagi jika suaranya mulai didendangkan. Urbaners seperti dibawa ke dimensi lain. Damai dan menenangkan seperti surga.
Usianya masih muda, 26 tahun. Tapi bakat dalam dirinya luar biasa. Anak seorang pemain dan pembuat gamelan ini pandai bernyanyi, memainkan piano, dan menulis syair. Banyak menyebutnya sebagai “permata” musik Indonesia yang punya masa depan cerah.
Jalan hidup Lani berubah setelah diundang program Kick Andy Metro TV pada tahun 2009. Bersama band indie papan atas Indonesia seperti White Shoes & The Couples Company, Lani sukses membius seisi studio lewat penampilannya.
Suaranya teduh, menenangkan hati. Jemarinya lincah memijit lembut tuts piano elektrik di depannya yang diberinya nama Oskar. Lani melantunkan lagu dengan syair yang indah dalam “Mesin Penenun Hujan”, sebuah nomor cantik yang mengorbitkan namanya.
Pada kesempatan itu, Lani menggunakan nama Frau karena merasa lebih sreg. "Frau berarti Nyonya dalam bahasa Jerman. Bagi saya, dalam kata itu tersirat tiga makna: perempuan, dewasa, dan tegas. Ini doa," ungkap gadis berdarah campuran Indo-Jepang ini.
Sejak itu, Frau langsung mencuri hati banyak penyuka musik. Lewat sejumlah lagu ciptaannya yang cuma menggabungkan vokal dan piano, Frau banjir pujian banyak media dan kritikus musik.
Meski banyak pujian, Frau tak mau ambil pusing. Ia mengungkapkan apa yang sudah diciptakannya hanyalah buah kecintaannya terhadap musik, kesenangannya membuat lagu, dan keinginannya berbagi kepada penyuka musik. Ia tak punya impian muluk-muluk untuk jadi penyanyi besar.
"Kalau jadi musisi enggak, tapi kalau dalam hal lain mungkin iya. Musik buat ku itu hobi. Misalnya jadi peneliti di bidang musik mungkin bisa, tapi kalau aku membuat musik untuk beli susu anakku enggak," ujar Frau.
Kemampuan Frau memainkan tuts-tuts piano bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja secara instan. Kecintaan itu kepada piano sudah tumbuh sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar.
Lingkungan keluarga, terutama ayah dan ibunya, yang banyak memainkan alat musik tradisional gamelan, semakin menumbuhkan jiwa musikal yang kuat dalam diri perempuan kelahiran Yogyakarta pada 2 Mei 1990 itu.
"Ayah saya seorang pemain dan pembuat gamelan dan ibu saya datang ke Indonesia untuk belajar gamelan. Jadi, saya kira, sejak beberapa hari setelah lahir pun saya sudah berkenalan dengan musik," ungkap Frau.
Proses panjang putri kedua pasangan Suhirdjan dan Joan Miyo Suyenaga dalam berekspresi dan berkreasi dengan Oskar-nya kemudian melahirkan sejumlah lagu. Sumber inspirasinya dari kehidupan sehari-hari.
Frau menyatakan, ia dengan Oskar-nya akan terus berlanjut hingga waktu yang tidak dibatasi olehnya. "Tidak ada target khusus. Saya hanya ingin bisa terus berekspresi lewat medium ini sampai kapan pun," tegasnya. Terus berkarya Frau.
Source: Rollingstone.co.id