Misteria: Album Goodnight Electric Dengan Format Baru
Jika parameternya karya, dari generasinya, tidak banyak band yang mampu melakukan adaptasi dengan zaman. Adaptasi, tentu saja bukan semata-mata mengikuti perubahan dan kemudian menjadi kekinian—jika ini pendekatannya, kemungkinan besar gagal. Tapi tentang bagaimana seniman bisa terus kontekstual dan keluar dari kerangkeng manis tapi fana bernama memori nostalgia.
Goodnight Electric adalah satu dari sekian banyak band independen Indonesia yang mewarnai era 2000-an yang begitu dinamis. Celakanya, banyak pelaku sejarah di era itu yang di kemudian hari melempem.
Sebelum kehadiran “Misteria” milik Goodnight Electric ini, kenyataan pahit tersebut baru berhasil ditaklukan oleh Efek Rumah Kaca dan The Adams. Kedua band ini, jelas-jelas mampu melebarkan pendengar ke generasi baru yang jumlahnya banyak dan belum terhajar realisme ‘kalah sama kenyataan jadi persetan dengan musik’ seperti kebanyakan pendengar lama mereka yang kemudian terputus dengan karya-karya baru.
Angle-nya berbeda; jika Efek Rumah Kaca punya konten yang begitu dahsyat, maka The Adams berhasil mengisi ruang kosong yang selalu ada peminat bernama indierock lewat karya-karya baru mereka. Keduanya seperti terlahir kembali.
Yang dinanti adalah kiprah White Shoes and the Couples Company yang sedang menggarap album baru mereka. Tapi, Misteria mencuri perhatian tiba-tiba.
Sejak 2017, Goodnight Electric mulai mengumpulkan serpihan-serpihan karir yang sempat terlupakan. Ada banyak fase menuju apa yang mereka miliki hari ini; membuat ekshibisi memorabilia di 2018, merilis album b-side di tahun yang sama, membuat single baru berbahasa Indonesia, dan kemudian memperkenalkan formasi baru yang berisi enam orang.
Selain Henry Foundation, Oomleo, dan Bondi Goodboy, hari ini Goodnight Electric juga beranggotakan Vincent Rompies, Andi Sabaruddin, dan Priscilla Jamail. Formatnya jadi band, lengkap dengan gitar dan bas serta penyanyi kedua selain Henry Foundation.
Ada dua hal penting yang dikandung Misteria; band lama yang kembali dengan strategi pemasaran masa kini dan musik Goodnight Electric yang memberi ruang besar pada influence indiepop Henry Foundation.
Cara jualannya masa kini, tapi musiknya masa lalu.
Beradaptasi dengan logika pemasaran masa kini, merupakan persoalan sulit untuk band di generasinya. Tapi, Goodnight Electric melaluinya dengan baik lewat panduan partner bisnis mereka yang mewajibkan produksi konten dikebut dan secara umum bandnya jadi lebih berisik di media sosial. Efeknya langsung terlihat; followers meningkat drastis dan otomatis daya jangkau kabar jadi makin luas.
Plus juga, pemanfaatan figur persona masing-masing personil band dimaksimalkan. Dengan kanal komunikasi yang lebih besar, otomatis pesan bisa terdistribusikan dengan jangkauan yang bagus.
Setelah pesan punya kanal distribusinya, sekarang masuk ke kualitas pesannya. Yang dimiliki oleh Goodnight Electric di Misteria, sangatlah bagus. Kendati materi-materinya beraura gelap.
Pertama, mereka keluar dari kotak yang sebelumnya mengekang dan membuat hidup berjalan stagnan sebagai sebuah band. Pilihan untuk menggunakan Bahasa Indonesia adalah langkah strategis yang begitu penting.
Mereka menemukan tantangan baru dan berbagai macam keputusan selanjutnya turun temurun saja mengikuti. Menulis lirik yang absurd adalah sebuah ciri khas band-band indiepop lokal di era awal scene ini lebih dari dua dekade yang lalu.
Ini beberapa contohnya:
Bagaimana
Duniamu berpendar
Akankah kau
Izinkan ku melihat
Merasakan (warna)
Yang tak pernah ada
Lalu berbeda
Adalah harapan
(Misteria)
Atau ini:
Musim pembawa hujan sendu
Panas membara pun berlalu
Tiada tara terbelenggu
Mimpi dan tawa imajimu
Uraian kata yang berliku
Usai bicara yang tak perlu
Kiranya bisa bersamamu
Menutup rasa luka lalu
(-Dopamin)
Dan ini:
Kau dan aku
Adalah kesunyian
Yang terpendam
Di balik kebisingan
Ku kan menjadi
Penjaga nisan tidurmu
Kau kan menjadi
Sekebun mawar hitamku
(Saksikan Akhir Dunia Denganku)
Harus diakui, Henry Foundation piawai menulis lirik dalam Bahasa Indonesia. Tapi, kenapa baru sekarang? Itu pertanyaannya.
Keberadaan tiga personil baru juga melebarkan ruang eksplorasi.
Vokal perempuan, bukanlah hal yang menyegarkan dalam kasus Goodnight Electric, tapi keberadaan Priscilla Jamail yang permanen memberi penegasan bahwa musik mereka memang perlu memiliki variasi suara itu. Gitaris Andi Sabaruddin juga mengambil peran yang begitu penting lewat isian-isian mautnya yang khas. Dari segi popularitas, mungkin ia tidak besar, tapi rasanya mereka yang akrab dengan scene indiepop, sangat paham bahwa ia merupakan talenta penting yang jadi referensi untuk banyak gitaris di scene itu. Sementara pemain bas, Vincent Rompies, adalah teman lama era kuliah Henry Foundation dan Bondi Goodboy. Ia punya hasrat besar bermain musik dan tidak punya band tetap saat ini, jadi diajak saja. Toh, ia juga seorang pemain bas yang sangat baik yang juga kebetulan populer.
Misteria yang pendek ini, sebenarnya hanya pembuka untuk fase karir baru yang lebih panjang untuk Goodnight Electric. Dinikmati saja.