Bersepeda atau gowes jadi salah satu olahraga yang hype di tengah pandemi. Ada yang main sepeda karena ingin lebih sehat, ketularan teman, atau sekedar mengikuti tren sambil mengisi waktu luang. Tapi, buat Yeti Tribe Indonesia, bersepeda jadi cara untuk escape dari hiruk pikuk perkotaan dan berpetualang menikmati alam! Yuk, jelajah gunung bareng Yeti Tribe Indonesia!
Dari Colorado sampai Indonesia
Yeti Tribe merupakan komunitas penggemar sepeda gunung Yeti yang diakui secara resmi oleh Yeticycles. Yeticycles sendiri adalah merek high-end mountain bike (MTB) asal Amerika yang pabriknya berada di Golden, Colorado. Komunitas pencinta Yeti ini banyak terdapat di Amerika dan menyebar hingga ke seluruh dunia.
Yeti Tribe Indonesia (YTI) bermula dari sesama pencinta sepeda Yeti yang bertemu, dilanjut menjadi grup chat, dan berkembang menjadi salah satu komunitas sepeda gunung yang besar di Indonesia. Memiliki sekitar 300 orang anggota, yang biasa disebut Yeti Freaks atau Tribe member, hingga saat ini ada 16 squad YTI di tingkat daerah yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Balikpapan.
Chief Community YTI Indonesia, Sigit Djokosoetono, mengawali cerita dengan menjelaskan mengapa para Yeti Freaks bisa begitu loyal pada sepeda merek ini. "Kami suka sepeda Yeti karena sepeda All Mountain (AM) terkenal berat dan sulit untuk nanjak. Tapi, Yeti punya sistem suspensi infinity switch yang bikin enak buat nanjak, ringan, handling-nya juga enak," ujar Sigit.
Switch Infinity adalah sistem yang sederhana dan ringan yang dibangun oleh FOX Racing Shox dari komponen suspensi yang telah terbukti dan teruji untuk menahan kondisi berkendara hingga ke medan ekstrem. Sepeda Yeti menggunakan seal dan bushing yang digunakan di divisi balap offroad FOX. Selain sistem suspensi berteknologi tinggi, modelnya tidak macam-macam, warna tosca khas Yeti yang menarik, geometri dan kefokusan produk pada seluk beluk sepeda gunung menjadi hal-hal lain yang membuat para Yeti Freaks mau merogoh kantong dalam-dalam untuk sepeda seharga puluhan juta ini.
Gowes bareng YTI, Tembus Puncak Bogor hingga Himalaya
Sebelum pandemi, YTI Rutin sebulan sekali menggelar gobar (gowes bareng) di seluruh Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri. Spot trek sepeda gunung dijadwalkan per bulan untuk agenda gowes. Gunung Bromo, Merapi, dan Rinjani adalah beberapa trek yang sudah pernah YTI jelajahi. Bahkan, pada momen riding di Gunung Rinjani yang dilakukan pada tanggal 17 Agustus 2019 lalu, YTI sekaligus menggelar upacara bendera untuk memperingati Hari Kemerdekaan RI.
Di akhir tahun, biasanya YTI juga menggelar annual gathering. Kebanyakan dari member YTI berusia dewasa yang notabene sebagian besar telah menikah. Sehingga, sering kali kesempatan ini dimanfaatkan untuk sekaligus memboyong keluarga untuk berlibur bersama dan berkenalan dengan olahraga menyehatkan ini.
Tahun 2019 lalu menjadi milestone bagi YTI yang untuk pertama kalinya menggelar gobar internasional. Perjalanan Pilgrimage Nepal 2019 membawa 19 mountain biker YTI melintasi pegunungan Himalaya yang berada pada ketinggian 4200 mdpl. Negara Nepal dipilih karena berasosiasi dengan makhluk mitologi yang ada pada logo mereka dan namanya diambil untuk nama komunitas ini, yakni Yeti. Pun, Himalaya memiliki topologi yang menantang dan pemandangan yang menakjubkan. Selain riding dan napak tilas, YTI pada kesempatan itu juga menyerahkan donasi ke masyarakat setempat yang daerahnya mereka lewati.
YTI Selama Libur Pandemi
Di masa pandemi ini, YTI mau tidak mau harus parkir sepeda sejenak menunggu kondisi terkendali. Nggak ingin tinggal diam, komunitas sepeda ini mengisi kekosongan gobar dengan ikut meringankan beban masyarakat lewat donasi ke beberapa rumah sakit. RSUI dan Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet, Kemayoran, adalah dua dari beberapa rumah sakit sasaran donasi YTI.
YTI juga menyadari jika penutupan sementara bike park dan pembatasan kegiatan masyarakat nggak hanya berpengaruh pada jadwal gobar mereka, melainkan juga ekonomi masyarakat. Bersepeda dalam kelompok kecil, YTI pun mengunjungi pihak-pihak yang selama ini menjadi pendukung kegiatan mereka. Mereka memberikan bantuan kepada berbagai pihak yang terlibat, mulai dari marshall, guide, event organizer, bahkan hingga supir angkot, warung-warung kecil di area bike park dan partner lainnya yang nggak luput dari perhatian.
Gowes Bareng di Era Adaptasi Kebiasaan Baru
Menanggapi tren bersepeda yang sekarang marak lagi di masyarakat di tengah masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), Sigit menanggapinya dengan santai. "Orang punya seleranya masing-masing. Kalau untuk kami, sepeda gunung resikonya lebih kecil, paling ya nabrak pohon," ujarnya. Sigit juga mengingatkan jika bersepeda di perkotaan harus lebih berhati-hati karena keadaan jalan yang ramai dapat beresiko terserempet kendaraan yang lebih besar.
Lama nggak menjelajahi trek gunung, YTI memulai pemanasan kegiatan dengan coaching clinic bagi sebagian member-nya mengenai teknik MTB. Coaching clinic ini biasanya sekaligus menjadi ajang kolaborasi dengan komunitas sepeda lain. “Sepeda gunung butuh konsentrasi, makanya perlu skill bersepeda yang mumpuni untuk bisa mengendalikan sepeda dengan aman,” ungkap Sigit.
Agenda YTI kemudian dilanjutkan dengan group ride perdana di era AKB yang mengambil rute Bukit Senyum-Waduk Cirata, Kabupaten Bandung Barat, pada Juli lalu. Protokol kesehatan seperti pemeriksaan suhu, pembatasan jumlah peserta, penggunaan masker/buff, larangan sharing makanan dan barang sudah mulai diterapkan pada gobar tersebut. Pembagian peserta ke dalam kelompok yang lebih kecil dan keharusan menjaga jarak antar sepeda membuat peserta lebih fokus pada gowes.
Jadi gimana, Bro? Sudah mulai tertarik atau udah nggak sabar pengen ikutan komunitas sepeda yang satu ini? Yeti Tribe Indonesia terbuka bagi siapa pun yang tertarik dengan sepeda Yeti maupun kegiatan YTI. Lo bisa bergabung dan mengikuti update mereka melalui grup Facebook dan Instagram. Yuk, bikin olahraga bersepeda-mu lebih fun dan menantang!
Comments