Inspiring People
Jumat, 06 Maret 2020

Andalkan Teknologi Oxium, Sociopreneur Ini Ciptakan Ecorasa

  • Share
  • fb-share
Andalkan Teknologi Oxium, Sociopreneur Ini Ciptakan Ecorasa

Sampah plastik belakangan menjadi problem yang sangat krusial di Indonesia. Selain karena pemakaiannya yang berlebihan, sampah plastik juga membutuhkan ratusan tahun sebelum bisa terurai. Pantai dan laut-laut di Indonesia kini sudah tercemar dengan banyaknya sampah plastik yang mengancam ekosistem di dalamnya.

Punya concern besar terhadap fenomena ini, Shivan memutuskan untuk mendirikan PT. Harapan Infiniti Mulia (@ecorasa.id). Ecorasa menerapkan teknologi oxium yang membantu mempercepat proses terurainya plastik kemasan. Plastik yang biasanya membutuhkan waktu 500 – 1000 tahun, kini bisa terurai dalam kurun 2 – 5 tahun. Simak ceritanya di sini yuk, Urbaners!

 

Keunggulan Teknologi Oxium

“Teknologi oxium adalah teknologi plastik mudah terurai atau aditif oxo-biodegradable yang dapat membantu menyelesaikan akumulasi besar limbah plastik,” demikian penjelasan Shivan. FYI Urbaners, proses oksidasi plastik itu rumit dan panjang banget, karena ada sekitar 7.000.000 mata rantai yang harus diputus, untuk akhirnya plastik bisa benar-benar lebur menyatu dengan tanah.

Kemasan Ecorasa bisa memangkas waktu penguraian kemasan menjadi 2 - 5 tahun saja!

Karena itulah, sampah plastik bener-bener jadi “momok”, karena nggak mudah hancur dan malah mencemari lingkungan darat dan ekosistem laut. Bahkan, nggak jarang lo bisa menemukan plastik dan kemasan makanan yang diproduksi dari tahun 1980-an. Tapi, sampai saat ini, memang material plastik sulit untuk digantikan oleh material lain. Untuk membungkus makanan berkuah atau berminyak, lo pastinya butuh plastik kan?

Nah, sebagai alternatif jawabannya, Ecorasa bekerja sama dengan Greenhope Indonesia mengaplikasikan teknologi oxium ke produk kemasan yang ramah lingkungan. “Kemasan Ecorasa mudah hancur menjadi mikropartikel dan terurai kembali ke tanah. Setelah dimakan mikroba baru akhirnya berubah menjadi CO2, H2O, dan biomassa,” terang Shivan.

Penjelasan detailnya seperti ini urbaners: pada plastik berteknologi oxium, proses degradasi terjadi dalam dua tahapan, secara oksidasi dan biodegradasi. Pada tahap oksidasi, degradasi terjadi dengan bantuan panas, sinar matahari, dan tekanan.

Setelah tahap oksidasi terjadi, barulah plastik bukan lagi plastik tetapi partikel alami yang dapat dimakan mikroba. Mikroba akan memakan dan mengolah plastik yang telah teroksidasi ke tahap biodegradasi sehingga menjadi CO2, H2O, dan biomassa.

“Sisa biomassa sudah diuji untuk dimakan cacing, menanam tomat, juga di dalam air dan terbukti tidak beracun sama sekali,” tambah Shivan.

 

Variasi Kemasan Sesuai Kebutuhan

Sebagai kemasan produk makanan dan minuman yang menyasar konsumen B2B, Ecorasa memiliki banyak varian kemasan sesuai dengan kebutuhan. Walaupun mengusung kemasan yang eco-friendly, kemasan Ecorasa tetap nyaman digunakan, kokoh, kunciannya kuat dan desainnya juga inovatif. Jadi, lo nggak perlu takut makanan tumpah atau bocor, Urbaners! Ditambah lagi Ecorasa sudah memiliki sertifikat dan paten Internasional yang membuat produk ini terjamin aman digunakan.

Sosialisasi melalui media sosial dan juga event-event adalah upaya untuk memberikan awareness pentingnya beralih ke kemasan ramah lingkungan

Di Indonesia, penggunaan plastik secara berlebihan adalah penyebab kenapa pencemaran sampah plastik jadi meningkat tajam. Bayangin aja, tiap kali beli makanan atau snack, selalu dibungkus dengan plastik.

Ketika lo belanja di minimarket atau supermarket, lo juga diberi plastik. Lalu, ketika lo pesan barang secara online, hampir semua produk dikemas dengan plastik. Pada dasarnya, masyarakat jadi ‘kecanduan’ menggunakan plastik di kehidupan sehari-hari, walaupun sebenernya nggak butuh-butuh amat.

“Jadi, sebenarnya kalau lo, gue, menyalahkan plastik untuk kondisi sampah yang membludak, itu salah. Cobalah kita renungkan perilaku kita selama ini seperti apa,” terang Shivan. Sejauh ini, Ecorasa sudah bekerja sama dengan produk-produk kuliner, hospitality, dan supermarket yang berkomitmen mengurangi sampah plastik dengan menggunakan kemasan yang lebih eco-friendly.

“Usaha kita nggak boleh berhenti sampai sini aja. Tujuan akhirnya adalah semua orang bisa menggunakan plastik secara sustainable dan bertanggung jawab,” kata Shivan.

 

Plastik Nggak Sejahat Itu

Ketika mendapat berita Bantar Gebang sudah tidak bisa lagi menampung sampah, kemudian ada informasi kalau ditemukan paus menelan sampah plastik, maka serentak deh orang-orang memusuhi plastik dan teman-temannya.

Padahal nih Urbaners, semua produk sejatinya punya plus dan minus sendiri-sendiri. Semua tergantung pada cara mengolah, sumber, dan hasil akhirnya. Misalnya nih, kemasan berbahan kertas.

Kertas berasal dari kayu, proses pengiriman materialnya ke pabrik juga menimbulkan pencemaran lewat penggunaan bahan bakar. Belum lagi sampai di pabrik, kayu diolah dan menghasilkan asap yang dikeluarkan melalui udara. Pencemaran lagi kan? Lagi-lagi, perilaku manusialah yang seharusnya dikendalikan, bukan malah menyalahkan bendanya.

Tantangan dari setiap industri semestinya bukan hanya dilihat dari materialnya tetapi juga harus diiringi dengan perubahan mindset dan gaya hidup. Sebagai tambahan informasi menarik, plastik merupakan bahan baku yang digunakan untuk semua industri. Industri penerbangan sekalipun, menggunakan komponen plastik dalam pembuatan pesawat. Termasuk juga industri kesehatan, di mana ring jantung sendiri berbahan dasar plastik.

Kemasan Ecorasa nggak hanya eco-friendly tetapi juga inovatif dan kokoh digunakan

Suatu waktu, Afrika pernah terkena wabah malaria, dan terselamatkan dengan penggunaan kawat nyamuk dari plastik. “Efisien, murah, dan aman, adalah alasan kenapa banyak industri menggunakan material plastik. Sampai saat ini, belum ada material yang bisa seutuhnya menggantikan plastik,” jelas Shivan.

Menurut Shivan, menciptakan teknologi ramah lingkungan dan membuat produk yang gampang terurai bukan jaminan kalau dunia akan selamat dari bahaya sampah. Karena pada akhirnya, semua akan kembali ke perilaku konsumen masing-masing. Baik pemerintah, perusahaan, maupun komunitas hanya bisa berkontribusi memberikan pilihan.

Nah Urbaners, udah siap memainkan peran lo untuk menggunakan plastik dengan bijak?

Comments
Teddy yunanda
Nice share
Epul Saepuloh
......................