Sinta Tantra adalah seorang seniman berdarah Indonesia-Inggris yang berhasil melambungkan nama melalui karya-karya public art di berbagai negara. Lahir di New York, ia menghabiskan masa kecil di Indonesia, Amerika Serikat, dan Inggris. Sinta banyak menemukan inspirasi dari film favorit, kisah sejarah, sampai kecintaannya pada tanah keturunannya, yaitu Bali.
Yuk, kenalan lebih lanjut dengan Sinta dan karya-karyanya!
Public Art bagi Sinta Tantra
Sebagai seorang seniman, Sinta selalu berusaha untuk nggak hanya menghasilkan artwork di dalam ruang galeri, namun juga di ruang publik. Bagi Sinta, public art sangat penting karena memberikan fungsi bagi seni. Sinta dapat menjangkau lebih banyak masyarakat umum, bahkan mereka yang mungkin nggak terlalu paham tentang seni. Fungsi inilah yang membuat seni itu sendiri dapat terus hidup di masyarakat.
Karya seninya mampu membawa kebahagiaan melalui warna-warna ceria yang menampilkan optimisme Sinta Tantra. Hasil karya seni publik skala besar Sinta mendatangkan banyak penghargaan dan menghiasi berbagai sudut kota di dunia. Sebut saja hasil muralnya yang populer pada Jembatan Canary Wharf di London, mural di lapangan Songdo, Korea Selatan, hingga salah satu karya terbarunya ‘Horizon to Horizon’ yang ditampilkan di Al Majaz Waterfront, Sharjah, Uni Emirat Arab. Keren banget, Bro!
Selain itu, poin utama seni publik bagi Sinta adalah bagaimana masyarakat belajar untuk mengapresiasi seni, menemukan arti, dan merasa terhubung dengan karyanya. “Art makes us feel human. Kita butuh sentuhan poetic dalam hidup. Ruang untuk kreativitas,” ujar Sinta yang kini tengah sibuk berkarya di London, Inggris. Sinta ingin agar setiap orang memahami pentingnya bersuara dan mengekspresikan diri. “My work in public can give inspiration to other people. Creative and independent,” ungkapnya.
Beragam Sumber Inspirasi
Inspirasi tentu bisa datang dari mana saja. Ada beberapa poin yang kini jadi pengaruh kuat bagi karya seni publik Sinta Tantra. Pertama, arsitektur dari ruang itu sendiri. Sinta membuat artwork yang menyorot sisi arsitektur ruang sekelilingnya. Ia memulai pencarian inspirasi dengan menjelajahi gedung, melihat dari jalanan, dan mengelilingi tempat di sekitar objek pameran. Hal ini membuat lukisannya terasa lebih menarik, karena nggak sekedar menggambar saja, tapi juga memiliki sentuhan interaksi fisik dengan ruang nyata.
Sinta ternyata juga memiliki ketertarikan pada hal-hal berbau sejarah, seperti sejarah seni, old-fashioned drama, maupun film klasik Hollywood. Karena itu, dalam proses berkarya, Sinta pun sangat menghargai sejarah dari tiap gedung yang kemudian akan dikembangkan jadi ceritanya sendiri. Karya Sinta dalam pameran On the Nature of Botanical Gardens (2020) juga menunjukkan pemahaman tentang sejarah masa kolonial tentang konsep kebun raya. Artwork yang menurutnya cukup akademik ini juga menunjukkan responnya terhadap politik melalui seni.
Selain mempelajari tentang artwork atau sejarah di baliknya, Sinta juga mencoba meraih respon fisik pada lukisan yang ia hasilkan. “Misalnya, pada lukisan dengan large section of color dan bentuk abstrak, perubahan warna bisa memberi dampak berbeda ke orang-orang, bahkan tanpa butuh bahasa,” kata Sinta yang meyakini bahwa bahasa abstrak mampu menjangkau lebih banyak audiens.
Modern Times, Pameran Solo Sinta di London
Pada Maret hingga Mei tahun 2020, Sinta tengah menjalankan pameran seni solo di Kristin Hjellegjerde Gallery, London. Modern Times menjadi tema yang diangkat berdasarkan old-fashioned film Charlie Chaplin tahun 1936. Film tersebut menggarisbawahi kritik terhadap masyarakat modern, industrialisasi, dan para kelas pekerja yang harus bekerja tanpa lelah untuk kelas atas.
Film bisu hitam putih yang bergenre komedi ini terinspirasi dari pengalaman Chaplin pribadi ketika berkunjung ke Bali pada tahun 1932. Chaplin merasa bahwa semangat anti modern membuat Bali menjadi tempat di mana orang nggak hanya fokus pada uang. Sebagai keturunan asli Bali, Sinta Tantra merasa relate dengan pandangan Chaplin tentang Bali yang menghasilkan kritik untuk kemajuan.
“Remember what makes you human. Bali memiliki hal-hal yang bisa bikin lo merasa jadi manusia lagi,” ujar Sinta yang setiap tahun pulang ke Bali untuk mengunjungi orang tuanya. Dari kisah dan film Chaplin itu, lahirlah Modern Times versi Sinta Tantra.
Lo bisa melihat ciri khas artwork Sinta melalui bentuk geometris abstrak dengan penggunaan palet warna cerah, seperti merah muda, oranye, serta kombinasi biru dan hijau. Pameran ini terasa menantang dan menjadi suatu pencapaian buat Sinta karena menggunakan bermacam medium. Sinta mengkombinasikan pahatan dari bahan kuningan dan kaca, tekstil, elemen suara, hingga cahaya warna dari fasad jendela besar yang memantulkan warna merah muda. Pameran ini juga jadi spesial karena meski Covid-19 bikin lo nggak bisa ke mana-mana, tapi lo bisa cobain tur virtual 3 Dimensi untuk melihat karya Modern Times Sinta lebih dekat.
Segera Hadir di Jakarta
Dalam waktu dekat, Sinta akan segera kembali ke tanah air untuk mempersiapkan beberapa proyek terkininya. Fasad dari salah satu bangunan di daerah Lebak Bulus, Jakarta, sekarang sedang ditransformasikan dengan sentuhan warna tropis ala Sinta Tantra. Artwork ini akan menjadi karya public art pertama Sinta di Indonesia. Lukisan skala kota ini bakal bisa dilihat dari berbagai titik kota dan mengajak lo untuk merayakan progresivitas Indonesia, khususnya di ibu kota.
Selain itu, sekitar bulan September nanti, Sinta juga bakal balik lagi di Art Jakarta bareng Isa Art & Design. Katanya sih, Sinta bakal bikin sesuatu tentang disco movement era 70 dan 80-an yang sekarang bangkit lagi!
Nggak sabar buat lihat karya Sinta selanjutnya? Tunggu update infonya di Instagram @sintatantra, Bro!
Comments