Pandemi COVID-19 yang sampai sekarang belum selesai bikin banyak acara hiburan dibatalin. Kita masih belum bisa nonton bioskop, nonton sepakbola di stadion, dan salah satu yang paling ngangenin buat banyak orang, enggak bisa nonton konser.
Para musisi dan penyelenggara acara musik mencoba bertahan dan terus berkarya menghibur penggemarnya dengan konser virtual di awal tahun 2020 sampai sekarang, tapi belum ada yang bisa ngegantiin gegap-gempita dari konser musik live, enggak, sih? Masalahnya, nonton konser secara live bukan sekedar hiburan semata aja. Buat sebagian orang, nonton konser musik bisa jadi sarana buat melepas penat, mengapresiasi karya sampai ke sarana buat healing.
Uniknya, nih, yang butuh hiburan bukan cuma manusia doang, loh, Bro, tapi tanaman juga butuh. Tanaman? Iya, tanaman! Siapa sangka kalau musik yang diperdengarkan ke tanaman bisa jadi “hiburan” mereka dan kasih efek positif ke pertumbuhan mereka. Wah, gimana, tuh, caranya?
Inilah yang dilakuin sama duo musisi elektronik asal Bandung, Bottlesmoker. Dua Inspiring People ini bikin konser untuk tanaman. Jadi, kalau musisi lain enggak bisa perform live di depan penggemarnya, Bottlesmoker dengan konser Plantasia-nya bermain musik buat para “penontonnya”, yaitu tanaman.
Bisa dibilang ini satu hal yang bener-bener enggak biasa dan setidaknya baru dilakuin sama Bottlesmoker doang. Respon dari pemilik tanaman juga positif banget. Tapi, awalnya Bottlesmoker masih bikin lagu buat manusia dulu, kok.
Menggebrak Norma dengan Jadi Duo Musisi Tanpa Alat Musik
Baru-baru ini, Bottlesmoker memang dikenal sama “Plantasia”, tapi duo yang dulunya disebut bedroom musician ini udah berkarya lebih dari satu dekade yang lalu.
Bottlesmoker dibentuk pada 2006, saat personilnya, Angkuy dan Nobie, masih jadi anak kuliahan. Di tahun itu juga, mereka ngerilis album perdana ‘Before Circus Over’. Menariknya, album ini gratis dan bisa diakses dari MySpace—media sosial populer zaman itu.
Cuma, saat itu mereka belum mengumumkan bahwa mereka adalah orang-orang di balik Bottlesmoker dan baru di-reveal di tahun 2008 saat merilis album keduanya ‘Slow Mo Smile’. Beraliran musik elektronik, bisa dibilang Bottlesmoker ngasih musik yang beda dari musisi-musisi dengan genre elektronik itu sendiri.
Setelah menelusuri lebih dalam genre tersebut, mereka mempelajari bahwa ternyata musik elektronik bukan cuma yang biasa diputar di klub, tapi ada juga yang beritme pelan dan minimalis. Berangkat dari situ, Bottlesmoker enggak mau ngasih musik yang mainstream dan memutuskan untuk menampilkan musik elektronik yang enggak mengikat sama satu jenis musik aja.
15 tahun berkarya, Bottlesmoker udah ngerilis empat album dengan total 50 lagu. Uniknya, setiap album punya genre yang beda-beda. Hasil dari proses kreatif Nobie dan Angkuy yang selalu beda di setiap album. Proses kreatif yang berbeda tersebut salah satunya merupakan pengaruh dari alat yang mereka miliki. Instrumen yang dipakai sama Bottlesmoker enggak terbatas sama alat musik pada umumnya.
Bottlesmoker yang saat itu punya keterbatasan alat, seperti belum memiliki synthesizer yang komplit, mengandalkan mainan dan barang-barang lainnya sebagai sumber suara. Di album pertama dan kedua, mereka mulai eksplor dan menggunakan mainan-mainan seperti toy keyboard yang dirusak. Proses tersebut kemudian menghasilkan suara-suara yang ‘ajaib’. Nggak cuma itu, mereka juga pernah menggunakan Nintendo jadi salah satu sumber suara.
“Jadi akhirnya kita ngambil source-source dari toys keyboard, kan. Setelah dirusak kan suaranya jadi unik. Nah setelah itu kita processing record di software, di software itu baru ada pitch, ada equalize. Karena awalnya kita memang basic-nya di software, lalu pengen ke hardware, tapi hardware nya terbatas jadi yaudah di combine aja gitu.” jelas Nobie.
Bottlesmoker yang juga sempat ngerasa jenuh, bereksplorasi lagi dengan mencari sumber suara dari daily object seperti membuat kick dari meja, galon, peralatan dapur, dan masih banyak lagi. Dari situ, mereka pun akhirnya punya kebiasaan untuk selalu bereksperimen dalam setiap pembuatan lagunya.
Dari Buku Hingga Bunyi, Riset Mendalam Konser Tanaman
Konsistensi mereka akan bereksperimen dan eksplorasi sumber suara jadi pintu awal yang membawa mereka dari elektronik untuk fokus ke musik buat tanaman. Waktu bikin album kelima mereka ‘Puraka’, mereka punya rencana untuk membuat album yang menunjukan hubungan manusia dengan alam.
Dari keinginannya itu, Angkuy menemukan buku berjudul ‘Hallucinogenic Plants’ karya Richard Evan Schutz, yang membahas seputar hubungan manusia dan alam di peradaban manusia zaman dulu. Saat membaca buku tersebut, mereka jadi tertarik tentang adanya hubungan spesial antara manusia dan tanaman.
Dari buku itu mereka juga mempelajari bahwa ada special treatment yang bisa diaplikasikan ke tanaman. Misalnya, kayak memberikan upacara ke tanaman, sajen, dan ritual-ritual tertentu ke tanaman.
Angkuy dan Nobie pun melihat penemuan ini cocok dengan situasi sekarang, yang mana tren mengoleksi tanaman lagi booming. Dari situ, Bottlesmoker memanfaatkan pengetahuan dan kesempatan itu dan malah sedikit menyingkirkan pembuatan album ‘Puraka’ untuk fokus ke tanaman.
Salah satu bentuk untuk fokus ke tanaman adalah dengan menggelar konser Plantasia. Konser untuk tanaman ini awalnya digelar sebagai proses riset untuk album ‘Puraka’, di mana mereka pengin menciptakan musik yang bisa diterima sama tanaman.
Sebelum konser digelar, Angkuy dan Nobie melakukan riset terlebih dahulu jenis suara seperti apa yang bisa dimainkan ke tanaman. Soalnya, nggak sembarang bunyi bisa diputarkan ke tanaman. Proses tersebut pun dibagi jadi dua. Angkuy fokus di modern, sedangkan Nobie fokus di tradisi.
Untuk bagian modern, Angkuy harus mencari frekuensi yang cocok dengan unsur alam karena tanaman yang memang merupakan bagian dari alam. Bunyi-bunyi yang baik untuk tanaman terdiri dari suara burung, angin, air, dll.
Untuk tradisi, Nobie menemukan alat musik ‘Tarawangsa’, yang dimainkan sebagai bentuk rasa syukur nenek moyang kita, khususnya di Sunda, terhadap masa panen. Dari situ, ada elemen string dan repetitive. Kemudian elemen-elemen tersebut di-mix dan dikomposisi ulang dengan warna musik Bottlesmoker.
Konser pertama Plantasia digelar di Lou Belle Space, Bandung. Saat mau menggelar konser perdana tersebut, Angkuy dan Nobie yang belum begitu mengerti tentang tanaman, dibantu oleh Marine Ramdani, owner dari Lou Belle Space, yang punya banyak informasi dan pengetahuan soal tanaman.
Konser Tanaman Tanpa Manusia yang “Membuahkan Hasil”
Selama konser, pemilik tanaman cuma akan menaruh tanamannya di venue dan pergi. Konser ini bener-bener cuma boleh didengerin sama tanaman, yang akan didata dan diletakkan di area yang sesuai jenis tanamannya. Contohnya, karena konsernya indoor, tanaman yang sebaiknya ikut adalah house plant yang tidak butuh sinar matahari langsung selama beberapa jam.
Durasi konser Plantasia berlangsung 90 menit. Sound treatment yang disajikan sama Bottlesmoker ini punya tujuan untuk mempercepat pertumbuhan tanaman dan menyembuhkan tanaman yang sakit. Setelah konser selesai, pemilik tanaman akan diberikan rekaman dari hasil konser supaya bisa melanjutkan sound treatment tersebut di rumah.
Walaupun belum banyak sampelnya, beberapa pemilik tanaman yang langsung ngerasain manfaat konser tanaman ini. Mulai dari tanaman yang sebelumnya susah berbunga jadi berbunga, sampai yang paling unik menurut mereka berdua—pohon cabe rawit yang 80% buah cabenya jadi merah setelah konser. Gokil!
Sejak konser perdana Plantasia, Bottlesmoker udah menggelar konser tanaman di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, dan Bekasi. Dari situ, mereka pun memilih untuk fokus membuat musik untuk tanaman, dan menunda pembuatan album ‘Puraka’ tersebut. Mereka juga kepikiran untuk membuat album khusus untuk tanaman.
Suksesnya konser Plantasia dan kontribusi Bottlesmoker untuk tanaman, membuat mereka pengin bikin alat bernama ‘Planta Synth’, alat yang bisa menerjemahkan bahasa tanaman lewat musik. Sederhananya, alat musik oleh tanaman. Sejauh ini, Angkuy dan Nobie masih dalam proses penyempurnaan alat dan baru menemukan satu pola; kalau tanaman kehausan, BPMnya akan lambat, kalau cukup air, BPMnya akan cepat.
Kalau lo mau tahu lebih banyak tentang perjalanan Bottlesmoker dan serunya konser Plantasia, jangan lupa nonton MLDSPOT TV Season 7 Episode 6, “Suplemen Buat Tanaman” di YouTube channel MLDSPOT TV. Sekalian, subscribe juga YouTube channel MLDSPOT TV, dan follow Instagram @mldspot buat lihat konten-konten inspiratifnya lainnya. Get yourself inspired by MLDSPOT!
Comments