Reality Club dikenal sebagai band yang enggak cuma nawarin warna musik baru, tapi juga berhasil bikin para pendengar jadi multi-interpretasi di setiap lagu mereka. Ada yang bilang, lagu “Anything You Want” bikin pendengar serasa di dimensi lain. Atau malah ada yang ngerasa seperti terbawa pada sensasi jatuh cinta, tapi enggak tahu objeknya siapa.
Yah, orang bisa beda-beda pendapat, sih! Tapi menurut Reality Club kuncinya cuma satu, harmonisasi yang mereka buat di setiap lagu. Gokilnya lagi, ini band basically enggak cuma buat lagu doang. Tapi juga buat film pendek di setiap Music Video (MV).
Bahkan yang terbaru nih, MV “Dancing In The Breeze Alone”-nya Reality Club berhasil menang Best Music Video: Asia-Pacific di ajang Munich Music Video Awards 2023 di Jerman, loh! Penasaran kisah dibalik MV tersebut dan kesuksesan Reality Club sebagai band indie Indonesia? Simak hasil wawancara gue bareng mereka di sini, ya!
Music Video yang Selalu Terniat
Pas gue akhirnya berhasil ngobrol bareng Reality Club, gue cuma ketemu dengan Faiz dan Fathia atau biasa dipanggil Chia. Tapi ini enggak ngurangin keseruan obrolan ini, dong.
Obrolan pun gue buka dengan pertanyaan yang selalu bikin gue penasaran, kenapa mereka selalu buat MV yang niat dan punya konsep? Secara kan ya, enggak banyak band di Indonesia, apalagi indie, yang niat banget buat konsep untuk MV lagu mereka.
“Dari awal Reality Club terbentuk kita memang mau buat sesuatu yang beda, real tetapi tetap optimis, karena enggak semua realitas itu isinya negatif kan, seperti hidup lah ada ups and down-nya,” terang Chia ceria.
Chia juga nambahin kalau film pendek dalam setiap video klip yang mereka buat adalah cara Reality Club untuk ngebangun realitas dan menyebar hal-hal positif. Walau pun akhirnya, masing-masing pendengar bakal punya maknanya sendiri.
Nah, terkhusus untuk album ketiga yang dalam waktu dekat ini bakal launching, Reality Club bakal buat MV dengan benang merah yang konsepnya kisah cinta. “Kami ngerasa setiap cinta itu punya filmnya sendiri dan soundtrack-nya dari Reality Club,” tambah Chia lagi.
Di album ketiga Reality Club ini, lo bakal nemuin ada banyak fase-fase cinta. Enggak cuma perasaan senang, tetapi juga cemburu, sakit hati, bahkan sampe pengkhianatan. Intinya sih, rasa-rasa yang biasanya dialami pas seseorang jatuh cinta bakal tertuang dalam lagu-lagu mereka.
Bisa Ngebangun Pasar Sendiri
Sudah berdiri dari 2016, Reality Club sendiri baru ‘terbaca’ sama pasar beberapa tahun terakhir. Dari awal terbentuk hingga sekarang, band ini memang pure mau ngebangun warna musik dan pasarnya sendiri. Jadi enggak menggunakan ‘warna’ yang udah ada dan enggak ngikutin pasar yang udah terbentuk.
“Kita mau ngebawain musik yang jujur, yang memang dari hati kita, yang bener-bener kita senangi, kemudian ditransfer ke pendengar,” kata Chia. Chia juga nambahin nih, kalau pada akhirnya semua lagu bakal punya pendengarnya sendiri.
Intinya sih, jangan takut untuk berkarya, mengekspresikan diri sendiri dan enggak perlu merasa terganggu sama pendapat orang lain. Faiz juga nambahin pernyataan Chia, kalau di era sekarang itu kemungkinan dan kesempatan udah tanpa batas. Enggak seperti tahun 90-an pas musik cuma bisa didengar lewat CD player.
Coba deh, kalau sekarang lo mau dengerin musik pasti udah enggak sesulit dulu. Sekarang lo bisa dengerin musik lewat berbagai platform macam Spotify, Joox, atau Youtube, yang udah beragam banget.
Penikmat musik sekarang udah lebih mudah untuk nemuin musik yang bener-bener mereka senangi tanpa terintimidasi dengan musik-musik mainstream. Ini berarti pasar untuk pendengar musik udah makin luas.
Efeknya ke kreator musik pun malah justru bagus. Semua orang bisa menampilkan karyanya asal bisa mengemasnya dengan keren, kan. Tinggal upload lagu dan promosi sendiri. Jadi enggak tergantung sama industri musik mainstream.
“Lo bikin aja dulu karya, yang penting konsisten. At the end, secara natural pasar bakal terbentuk kok,” kata Chia sekaligus ngasih semangat buat musisi-musisi yang lagi ngerintis karir ke dunia musik.
Kolaborasi itu Penting, tapi Bukan yang Utama
Nah, masih soal efek digital dan perubahan arah musik tanah air, ngobrolin soal kolaborasi seru nih kayaknya. Akhirnya gue pun nyinggung soal kolaborasi dan seberapa pentingnya kerja sama bareng musisi lain menurut Reality Club, nih.
Kalau menurut Reality Club sih penting, tapi tetap bukan yang utama. “Reality Club enggak pernah maksain harus kolab dengan siapa, beberapa musisi yang pernah kolab bareng itu ya teman-teman kami semua yang memang udah tahu value mereka seperti apa,” tambah Faiz.
Dan jujur-jujuran nih, Reality Club enggak pernah kepikiran untuk kolaborasi bareng musisi yang lebih gede dari mereka untuk naikkin pamor gitu. “Kolab itu penting, tapi jangan sampai kehilangan jati diri sih,” kata Chia lagi.
Tapi, pada akhirnya kan semua musisi atau pun pekerja kreatif punya visi dan misinya sendiri-sendiri. Ya bergerak dari tujuan masing-masing aja.
Sama halnya nih dengan proses pembuatan lagu yang menurut mereka there is no rules. Bisa mulai dari melodi dulu atau liriknya dibikin duluan. Semua musisi punya caranya masing-masing.
Tapi, kalau caranya Reality Club sih biasanya diawali dengan satu orang yang membawa satu konsep, entah itu lirik atau melodi. Nah, konsep tadi yang kemudian didengerin bareng-bareng.
Enggak cuma sampai di situ, semua personel boleh ngasih masukan untuk membuat karya tersebut jadi lebih matang. Khusus lagu Anything You Want yang sempat viral di TikTok dan membuat nama Reality Club makin dikenal di netizen +62, lagu ini berasal dari puisi yang dibuat Chia untuk suaminya.
Anything You Want mendeskripsikan perasaan saat awal jatuh cinta seperti apa. Ngomong-ngomong, ini adalah salah satu lagu yang dapat interpretasi lebih banyak ketimbang lagu lainnya. “Padahal sebenarnya lagu ini simpel aja sih, tapi malah ada banyak yang mengartikan dengan makna-makna sendiri hehehehe…” cerita Chia.
Buat Reality Club, tugas mereka sebagai musisi berhenti pas karya tersebut dirilis. Pas akhirnya mendapatkan respons dan pemaknaan yang beragam ya enggak masalah. Itu kan berarti lagu-lagunya Reality Club kena banget dan memang beneran berhasil jadi soundtrack hidupnya masing-masing pendengar.
Kalau lo sendiri, lagu yang mana nih yang paling menggambarkan kisah hidup lo? “Anything You Want”, “Dancing In The Breeze Alone”, atau “Desire”?
Segitu aja dulu obrolan gue bareng Reality Club. Baca terus MLDSPOT untuk dapetin update perkembangan musisi-musisi keren Indonesia ya! Lo juga bisa dapetin hadiah menarik dengan jadi member dan ngumpulin MLDPOINTS lewat website MLDSPOT. Ayo, buruan daftar sekarang!
Comments