“Gue sudah nggak pernah lagi minum kopi sachet sejak empat tahun terakhir. Kopi enak menurut gue adalah kopi yang dibuat dari sebenarnya kopi, bukan dari perasa kopi,” kata Yulin Masdakaty, penulis kawakan yang udah meliput A-Z tentang kopi.
Seperti hal-hal lainnya yang kerap datang tanpa sengaja, demikian juga perkenalan Yulin dengan profesi penulis tema kopi. Sejak tahun 2015 bekerja di Otten Coffee, penulis asal Medan ini kerap beririsan dengan kopi, mendapatkan banyak insight mengenai “si hitam pahit”, serta menumbuhkan keinginan untuk mengedukasi masyarakat mengenai kesejatian kopi.
Yuk, ngobrol lebih jauh sama Yulin!
Dari Menulis Jadi Paham
“Pekerjaan menuntut gue untuk tahu dan menguasai segala hal tentang kopi. Jadi, mau nggak mau harus tahu,” kenang Yulin menceritakan awal mula dekat dengan industri kopi. Pada masa itu, tahun 2015, informasi mengenai kopi belum semarak sekarang. Maka, mantan penyiar radio ini pun harus menggali lebih banyak mengenai kopi dari sumber literasi luar.
Sebenarnya, kalau diingat-ingat, Yulin sudah berhadapan dengan dunia kopi sejak lama. Ayah dan ibunya punya kebun kopi di kampung. Jadi, semasa kecil, ia kerap menghabiskan waktu bermain di halaman kebun kopi keluarganya. Kakek dan nenek Yulin dulu hobi me-roasting kopi hasil panen di kebun belakang rumah. Mereka memakai alat sangrai tradisional, ditubruk, kemudian dikasih gula. “Gue ingat, kalau rasanya enak, gue bisa minum kopi tubruk sampai habis satu gelas,” kenang Yulin.
Kemudian sejak SMP, Yulin menjadikan kopi sebagai minuman ritual kalau mau ujian. “Belajar sampai lewat tengah malam, supaya nggak ngantuk, ya minum kopi solusinya. Tapi, dulu minumnya kopi instan,” tambahnya lagi.
Bekerja di industri kopi membuatnya belajar A-Z tentang kopi. Istilahnya, perjalanan kopi dari hulu ke hilir wajib dipelajari. Dari situlah Yulin jadi tahu, kopi yang baik dikonsumsi itu harusnya seperti apa. Pengetahuan itu ikut mempengaruhi pandangannya terhadap jenis kopi yang dia minum. “Kalau kopi yang diminum orang lain, ya terserahlah ya. Itu kan masalah selera, hehe,” kekehnya.
Mewawancarai Para Maestro Kopi
Bekerja di Otten Coffee, yang merupakan salah satu produsen dan distributor mesin kopi, Yulin pun harus paham tentang spesifikasi mesin. Ia membantu menuliskan deskripsi alat-alat kopi, mesin-mesin espresso, perbandingan alat-alat kopi tertentu, termasuk review-nya. Tentu saja, nggak hanya mesin kopi, Yulin juga menulis tentang filosofi kopi itu sendiri. Tren terbaru, berita terbaru, event kopi, resep kopi (yang sebagian besar sebenarnya hasil eksperimen iseng-isengnya Yulin), ulasan kedai kopi, termasuk wawancara dengan tokoh-tokoh kopi yang dianggapnya menarik.
“Tipe tulisan yang paling gue senangi adalah hasil wawancara dengan tokoh-tokoh kopi, ya. Karena itu seperti sedang berguru dan belajar dengan orang yang berbeda. Gue bisa dapat banyak pengetahuan dan wawasan baru dari mewawancarai orang-orang tersebut,” cerita Yulin.
Juara barista dunia dan tokoh-tokoh penting dalam industri kopi nggak luput dari bidikan cerita Yulin. Dua yang berkesan adalah Darrin Daniel dan Dale Harris. Darrin Daniel adalah mantan green buyer Stumptown Coffee Roasters yang sekarang menjabat sebagai Executive Director Alliance for Coffee Excellence (organisasi yang menyelenggarakan Cup of Excellence).
“Mewawancarai Darrin ini seperti lagi wawancara profesor. Selain bahasa yang digunakannya sangat intelek dan bagus untuk otak gue, beliau juga memberikan banyak sekali wawasan baru. Beliau juga menjelaskan tentang kenyataan-kenyataan pelik sehubungan dengan rantai industri kopi yang ternyata nggak sesederhana wacana di artikel-artikel umum,” ungkap Yulin.
Dale Harris adalah juara World Barista Championship 2017. Menurut pengakuan Yulin, mewawancarai Dale benar-benar nggak terlupakan. Sosok Dale hadir dengan segudang ide yang mendobrak “norma dan kebiasaan kopi (spesialti)” selama ini. “Ngobrol dengan Dale, seperti membuat gue sedang belajar ilmu Kimia, dan kembali lagi ke sekolah. Soalnya penjelasan Dale di wawancara penuh dengan gagasan-gagasan ilmiah!” jelas Yulin bersemangat.
Tentang Kopi dan Rasa-rasanya
Ada yang mendewakan kopi X, ada juga yang menganggap kopi Y adalah kopi terbaik. Bagi Yulin, persoalan istimewa adalah soal selera. Ia sendiri mengaku menyukai kopi dari Ethiopia, karena biasanya disajikan dengan seduh manual. “Cita rasa kopi ini umumnya fruity, sweet, dan wangi floral. Gue nggak terlalu suka kopi-kopi pahit yang terlalu pekat—saat di-pour over. Kalau dari Indonesia, gue suka kopi-kopi Gayo yang diproses sama Bang Hendra Maulizar atau kopi Puntang, Jawa Barat,” ceritanya.
Pengolahan kopi adalah soal selera dan jenis kopinya. Ada origin kopi tertentu yang lebih enak diseduh dengan metode pour over, ada yang lebih enak kalau ditubruk, ada juga jenis tertentu yang lebih pas jika dibikin espresso. “Nggak ada aturan khusus kok untuk menentukan cara pengolahan kopi terbaik atau jenis kopi paling enak,” terang Yulin.
Mengedukasi Orang Tentang Kopi
Ada perdebatan hangat tentang cara menikmati kopi. Sebagian orang menyukai cita rasa kopi yang alami, sehingga kopi mesti disajikan hitam, kental, pahit, dan pekat. Namun, sebagian yang lain berpandangan bahwa biji kopi bisa diolah menjadi berbagai minuman yang lebih bervariasi, misalnya seperti es kopi susu.
Menurut pandangan Yulin pribadi, penambahan gula ke dalam kopi bisa menggerus cita rasa otentik dalam biji kopi. Setiap barista sudah punya effort menakar rasio yang pas untuk mengeluarkan semua karakter dan rasa kopinya. Para roaster juga sudah menghitung roasting profile yang pas untuk mengeluarkan karakter di biji kopi. Jadi, kopi yang sampai ke lo itu sebenarnya adalah sebuah hasil karya dari perjalanan panjang banyak orang di rantai industri kopi.
Coba deh bayangkan ketika masterpiece itu ditambahi gula yang akhirnya menghasilkan rasa manis yang overpowering. “Sebenarnya, ada banyak pilihan origin dan metode brewing kopi yang bisa dipilih untuk mentoleransi lidah lo yang mungkin kurang suka dengan pahitnya kopi. Tinggal tanya atau konsultasi sama baristanya aja enaknya gimana,” papar Yulin.
Sejauh ini, Yulin sudah pernah mengunjungi berbagai perkebunan kopi di Indonesia, mulai dari wilayah Dataran Tinggi Gayo (Aceh Tengah dan Bener Meriah), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kerinci, Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara.
Sebelum menutup percakapan, Yulin sempat menghaturkan harapan supaya industri kopi lebih berkembang di segala lini, terutama di daerah-daerah penghasil kopi di wilayah terpencil, atau di bagian Indonesia Timur. “Harapan gue singkat, yaitu keadilan sosial bagi pelaku industri kopi di seluruh wilayah Indonesia,” tutupnya.
Buat lo yang masih penasaran dengan cerita Yulin, bisa cek feed-nya di @yvlin! Selain itu, pada tahun 2016 lalu, Yulin dan rekan penulisnya Mustika Yuliandri meluncurkan buku “Seduh: Seni Meracik Kopi”, buku tentang metode seduh manual pertama yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Di buku ini, ada 22 metode menyeduh kopi dengan berbagai alat manual, beserta penjelasan historis yang melatarbelakangi penciptaan alat tersebut. Go check it out, Bro!
Comments