Keterbatasan lahan dan tuntutan untuk dapat terus beradaptasi dengan kondisi lingkungan tampaknya kini mulai dapat diatasi oleh kalangan muda. Bukannya menyerah pada keadaan, mereka justru terus terpacu untuk berinovasi demi menaklukkan tantangan tersebut.
Sejalan dengan hal itu, banyak pihak pun semakin menaruh perhatian terhadap isu compact living. Upaya pengelolaan ruang secara optimal diyakini dapat menjadi solusi atas ruang yang semakin sempit. Kuncinya ada pada penerapan desain yang fungsional dan mampu menyesuaikan dengan kondisi sekitar.
Menariknya lagi, konsep compact living ternyata nggak hanya bisa diterapkan pada rumah tinggal perorangan saja, tapi juga penginapan komersial. Hal ini sudah dibuktikan oleh Michael Marino dan Noerhadi bersama tim arsitek dari RDMA melalui White Cliff House.
Hadirnya White Cliff House didasari oleh keinginan sang pemilik untuk mendirikan rumah liburan yang dapat digunakan sebagai tempat tinggalnya sendiri sekaligus sebagai penginapan dengan fasilitas Bed and Breakfast. Maka dari itu, bangunannya dirancang sedemikian rupa untuk bisa mengakomodir kedua fungsi tersebut, sehingga bisa memberikan pengalaman berbeda dari bangunan sejenisnya.
Ubah ‘Kekurangan’ Jadi Kekuatan
Jika dibandingkan dengan penginapan lain yang sering lo jumpai di media sosial, White Cliff House mungkin terlihat biasa saja. Meski begitu, guest house yang berlokasi di sebuah perumahan di Kota Kembang ini sebenarnya hanya bermodalkan lahan selebar 6,5 meter yang kemudian dikembangkan menjadi area seluas 212 meter persegi.
White Cliff House memiliki konsep bangunan yang berusaha menyesuaikan dengan kondisi lingkungan. Bukan kekurangan, kontur curam dengan kemiringan 30 derajat justru jadi kekuatan berdirinya guest house ini. Kontur yang nggak bersahabat itu menjadi tema utama penyusunan rangkaian bangunannya, yang sekilas tampak seperti tiga bangunan berbeda.
Loh, kok bisa gitu? FYI, White Cliff House memanfaatkan mekanisme terasering yang menjadikan guest house ini seolah terbagi tiga, yakni 2 unit loft untuk penginapan dan 1 unit rumah 2 lantai untuk sang pemilik di posisi paling atas. Guest house ini tersusun seperti anak tangga yang menyerupai taman jalan setapak yang bersambung dari bawah hingga ke atas. Atap setiap bangunan pun menjadi semacam teras balkon untuk lantai di atasnya, sehingga setiap lantai memiliki balkon pribadi.
Nggak berhenti sampai di situ, White Cliff House turut memperhitungkan segala kemungkinan akibat cuaca dan lingkungan. Guest house ini menerapkan strategi resapan air, yang bisa dilihat pada anak-anak tangga dan beberapa titik bak tanaman di sepanjang jalan setapak. Sedangkan untuk ventilasi udara, lagi-lagi disesuaikan dengan lingkungan sekitar yang kebetulan anginnya kencang. Hal serupa berlaku pula untuk pengaturan cahaya.
Di sisi lain, ciri khas White Cliff House juga bisa lo lihat dari warna putihnya yang dominan. Warna putih tersebut sengaja dipilih untuk menyesuaikan dengan namanya, yang memberi kesan bersih dan segar. Lebih dari itu, warna putih menjadi pembeda dengan rumah lain di sekitarnya.
Secara fasilitas, White Cliff House antara lain memiliki dapur, ruang tengah, kamar mandi, dan tentunya kamar tidur untuk penginapannya. Yang nggak kalah penting, balkonnya menghadap langsung ke jalan, jadi lo bisa melihat pemandangan Bandung.
Kalau mau menginap di White Cliff House, lo bisa pesan via AirBnB. Kebetulan pengelolanya adalah salah satu arsitek pendirinya, yaitu Noerhadi. So far, respon pengunjung guest house ini bagus banget loh, Urbaners. Banyak pelanggan yang repeat order, bahkan ada yang pernah stay sampai berbulan-bulan.
Well, tunggu apa lagi? Jangan buang-buang waktu lo, buruan datang ke White Cliff House dan rasakan sensasi menginap di ‘rumah miring’ ini. Untuk video selengkapnya seputar guest house ini, lo bisa cek di YouTube Channel MLDSPOT TV. Cari MLDSPOT TV Season 5 episode 6 dengan tema “Compact Living”, subscribe channel-nya, and get yourself inspired!
Comments