Batik Indonesia terkenal karena beragam jenis dan teknik pembuatannya. Namun, masih sangat jarang yang menggunakan teknik celup indigo tradisional seperti yang dilakukan oleh Jawani. FYI Bro, natural indigo adalah pewarna alam dari tumbuhan Indigofera Tinctoria yang memberikan warna biru tua natural dan spesifik. Warna biru indigo punya karakteristik sendiri yang nggak bisa lo temukan dengan bahan lain.
Teknik indigo ini cukup rumit, harus dicelup berulang-ulang untuk mendapatkan warna seragam. Kain harus dijaga supaya terendam semuanya untuk menghindari oksidasi (paparan oksigen) yang dapat membuat warna jadi nggak rata. Ribet, ‘kan? Yuk, langsung aja berguru ke Jawani untuk mengetahui keistimewaan teknik indigo lebih jauh!
Teknik Indigo Masih Langka
Menurut Whisnu Haryanto selaku owner dan founder dari Jawani, teknik indigo masih sangat jarang diaplikasikan dalam pembuatan batik. “Dari pengamatan gue, belum ada yang mengangkat kultur Jawa kaya pewayangan ke produk natural indigo dan menggunakan teknik batik dalam membentuk gambarnya,” jelas Whisnu. Ia telah merintis Jawani sejak akhir 2017, tetapi baru beroperasi secara resmi di awal tahun 2018. Sebagai orang Jawa, Whisnu ingin memperkenalkan pewarnaan alam natural indigo, teknik batik, kain tenun ATBM, dan melengkapinya dengan unsur budaya Jawa.
Untuk pembuatan outfit Jawani, Whisnu memilih teknik Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Semua prosesnya, mulai dari pencelupan, pembuatan benang, sampai menjadi kain yang siap dicanting, dilakukan secara handmade. Kain tenunnya pun dibuat sendiri, sehingga nggak dijual bebas. Inilah yang membuat produk Jawani terlihat lebih apik dan berbeda dari batik-batik yang kebanyakan beredar di pasaran.
Selama dua tahun berjalan, Jawani telah memproduksi produk fashion yang beragam, mencakup kemeja, outerwear, jacket, kaos, bandana, tote bag, dan sling bag. Diakui Whisnu, sejauh ini produk keluaran Jawani masih lebih banyak diperuntukkan untuk laki-laki. “Kalau cutting-an perempuan banyak jenisnya. Jadi, untuk sekarang gue dan tim Jawani masih fokus untuk produk laki-laki. Tapi produk seperti outerwear dan aksesoris Jawani dibuat untuk pasar unisex kok,” terangnya.
Inspirasi Personal
Whisnu telah menjelaskan kalau Jawani lahir dari keinginannya melestarikan kain tradisional etnik khas Indonesia. Tapi nggak berhenti di situ saja, dari sisi motif dan desain, Whisnu sangat terinspirasi dari pengalaman-pengalaman pribadinya. Contohnya nih, seperti Punakawan Series, Whisnu mengambil inspirasi dari pengalaman keluarganya saat merayakan Lebaran. “Hampir tiap Lebaran, keluarga gue ngadain wayangan, makanya gue ambil ide itu untuk diaplikasikan ke Jawani,” paparnya.
Menurutnya, setiap kali sesi Punakawan (Semar, Petruk, Gareng, Bagong) muncul, keluarganya selalu tertawa dengan guyonan yang tercetus dari dialog Punakawan. Intinya, Punakawan selalu membawa keceriaan dengan pengalaman yang relate dengan kehidupan sehari-hari. Itulah yang membuat Whisnu memilih Punakawan sebagai seri pertama dalam produk Jawani. Whisnu mengaku, seri pertama ini termasuk desain yang paling sulit dikerjakan, karena membutuhkan ketelitian dan detail tinggi.
Batik sebagai Identitas Bangsa
Walaupun industri fashion menyediakan beragam jenis desain, Whisnu tetap memilih produksi batik sebagai panggilan jiwa. Sebagai anak muda dari Jawa, ia merasakan tanggung jawab lebih untuk melestarikan kebudayaannya sendiri. “Kalau bukan anak muda yang bangga dan mengenakan batik, bagaimana batik bisa bertahan setelah pergantian ataupun peralihan zaman nanti?” kata Whisnu.
Melestarikan budaya bukan sekedar menjual motif batik saja, tapi juga turut serta mengembangkan kehidupan para pelaku ataupun pengrajin itu sendiri. Jawani sampai saat ini telah bekerja sama dengan pengrajin lokal dari Imogiri dan Srandakan Bantul dengan konsep pengolahan yang mengarah pada sustainable fashion. “Memang belum 100%, tapi akan mengarah ke sana,” ungkap Whisnu.
Salah satu tantangan yang Whisnu hadapi adalah cara mengedukasi masyarakat tentang nilai di balik batik Jawani. Karena proses yang serba-manual dan berkualitas tinggi, tentu ia harus membuat masyarakat sadar bahwa harga produknya akan lebih tinggi dibandingkan produk massal lain. Untuk memberikan pemahaman tersebut, Whisnu sering mengunggah video dan foto-foto dari proses pewarnaan indigo, pembuatan batik, dan tenun ATBM yang dibagikan di akun Instagram Jawani.
Rencana Ganti Nama dan Ekspansi
Sebagai produk fashion lokal yang masih berjuang menembus pasar lokal dan internasional, pemasaran Jawani sampai hingga saat ini mengandalkan lingkup penjualan online dan e-commerce. Untuk penjualan offline, Jawani menempati salah satu gerai di Matalokal, Mbloc Space. Ke depannya, Jawani ingin menambah retailer lokal dan mencoba merambah ke retailer luar negeri. Jawani juga mengincar untuk bisa ikut serta dalam pameran luar negeri NY Now atau Liberty Fairs di Amerika.
Pengembangan demi pengembangan terus dilakukan Jawani. Dalam waktu dekat ini, Whisnu juga berencana akan melakukan penggantian nama merek. Ide ini sebenarnya dikarenakan persoalan hak kekayaan intelektual. “Sejalan dengan pergantian nama ini, kami juga ingin mengeksplor pewarna alam yang lain, jadi nggak hanya indigo saja. Siapa tahu, nantinya kami bisa merambah ke budaya lain selain budaya Jawa,” Whisnu menghaturkan harapan.
Nah, buat lo yang penasaran dengan outfit indigo keren ala Jawani, langsung cek Instagram mereka di @jawani.id. Dukung produk lokal Indonesia supaya lebih berkembang, Bro!
Comments