Saat pertama kali melangkah ke Demie, mungkin yang terbayang di benak lo adalah restoran ramen khas Jepang. Bayangan itu nggak sepenuhnya salah, Urbaners! Soalnya, tata letaknya memang menyerupai restoran khas ramen kebanyakan. Akan tetapi, Demie sebetulnya merupakan restoran bakmie yang menyajikan bakmie chinese otentik di Jakarta.
Menjawab Permintaan Bakmie Otentik di Jakarta Selatan
Demie bukan sekadar restoran biasa. Demie adalah jawaban akan kebutuhan anak selatan Jakarta terhadap mie bercita rasa chinese otentik; bakmie dengan bumbu sederhana namun kaya rasa. Sebelum Demie ada, Urbaners yang tinggal di daerah Jakarta Selatan pasti harus berkendara cukup jauh, entah ke Kota, Tanjung Duren, atau PIK, untuk menikmati bakmie rasa istimewa.
Kehadiran Demie di Pelapas Dharmawangsa ini memangkas waktu tempuh dan bensin anak Jaksel tiap kali mau makan bakmie enak. Nggak hanya itu, Demie juga jadi tempat bersatunya Urbaners yang belum kenal dengan cita rasa bakmie chinese otentik itu sendiri.
Lahir dari Kerja Keras dan Percobaan Berkali-kali
Tekstur dan rasa bakmie yang pas versi Demie lahir dari 5 orang anak muda. Kelimanya nggak punya basic dalam dunia culinary, lho. Bermodalkan tekad dan semangat pantang menyerah, pendiri-pendiri Demie ini melakukan percobaan berkali-kali. Mulai dari menentukan tekstur mie, jenis ayam yang digunakan, pemilihan jenis mie, hingga bumbu apa saja yang perlu ditambah dan dikurangi.
Nggak mudah memang. Kelima pendirinya sadar betul hal itu. Apalagi di masa percobaannya, mereka sama sekali nggak memasak di dapur super besar dan nyaman. Semuanya dimulai dari dapur rumahan yang minimalis dengan peralatan sederhana. Joey, salah satu owner-nya, menuturkan bahwa masa-masa percobaan mereka adalah masa yang berat namun bahagia. “Kita itu masak bareng-bareng dan nyobain rasa bakmienya bareng-bareng di dapur yang kecil. Bayangin deh, satu dapur kecil diisi banyak orang dengan kondisi kompor yang nyala. Panas banget!” ujarnya.
Konsep Unik Minimalis yang Jadi Pengingat
Kelima pendiri Demie sepakat bahwa mereka punya pedoman tersendiri dalam merintis usaha ini. Guideline itu nggak terbatas dalam urusan rasa dan makanan saja, namun juga soal tata letak dan konsep restorannya sendiri. Balik lagi soal gambaran Demie sebagai restoran ramen, gambaran ini bukan dibentuk asal-asalan, ada inspirasi unik di baliknya dan bukan ikut-ikutan.
Joey memaparkan bahwa ia dan teman-temannya memilih konsep clean cut karena ingin lari dari konsep kebanyakan. Mereka ingin menciptakan sesuatu yang stand out dari yang lain. Kalau Urbaners perhatikan, di luar tata letak meja yang menyerupai kedai ramen khas Jepang, apa yang ada di Demie sebetulnya terasa banget kesan tradisional ala Tiongkok.
Nggak percaya? Coba Urbaners perhatikan baik-baik peralatan makannya, mulai dari mangkok, sendok, sampai gelas stainless yang khas. Kalau lo nggak sempet makan di sana dan milih buat take away, coba perhatikan aja kemasannya. Lo bisa melihat kalau logo Demie-nya nggak dicetak, namun dicap, mengingatkan lo akan kemasan chinese take-away box yang tradisional.
Bukan Hanya Kuat di Rasa, Tapi Juga Branding!
Dalam satu hari, lebih dari ratusan porsi bakmie Demie habis terjual. Lo pasti nggak heran, soalnya siapapun yang merasakan langsung pasti sepakat bahwa rasa bakmie Demie itu enak banget dan tempatnya asyik buat nongkrong. Akan tetapi, di luar itu semua, ada hal lain yang bikin Demie berhasil mencuri banyak hati konsumen. Hal yang dimaksud adalah kemampuan branding dari Demie.
Branding Demie bisa Urbaners lihat dari pemilihan namanya “Demie”. Dari cerita Joey, nama “Demie” bukan asal pilih. Ia dan teman-temannya ingin berkreasi lebih dengan nama tersebut di sosial media. Lahirlah berbagai tagline yang disesuaikan dengan berbagai suasana saat ini, misalnya aja #Demiesilent dulu waktu Nyepi kemarin, #Deminatalan waktu Natal, atau #Demieapapunhalal dan #Demiekamu yang digunakan sehari-hari.
Comments