Kalo dilihat kembali, era 80-an adalah salah satu dekade paling menyenangkan. Entah kenapa, pada saat itu seperti ada euforia yang melanda kultur pop di seluruh dunia. Mulai dari kebanjiran film-film yang jadi ikon budaya kayak Back To The Future dan Ghostbusters, hingga fesyen 80an yang masih keren sampai sekarang.
Industri musiknya sendiri nggak kalah asik, era 80an punya warna dan gayanya sendiri kalau soal musik. Pada saat itu, para musisi sedang melakukan eksplorasi gila-gilaan dengan sound dan peralatan digital seperti synthesizer dan drum machine. Hasil eksplorasi ini lah yang menghasilkan musik seperti synth-pop, new wave, hingga musik yang sekarang kita kenal dengan nama city pop.
Apa sih sebenarnya yang membuat era 80an bisa membentuk budaya populer yang sedemikian besar dan mencolok? Hal ini akan dibahas bersama dengan Inspiring People Fariz RM, musisi legendaris yang tumbuh besar dalam era tersebut dan turut membangun kancah musik Indonesia.
Menurutnya, karya seperti musik dan film adalah cerminan dari pergaulan sosial pada saat itu. Salah satunya adalah pergeseran tren kegiatan ekskul sekolah dari vocal group menjadi band. Sehingga festival band pada saat itu marak sekali diadakan dan berhasil melahirkan nama-nama seperti Addie MS, Erwin Gutawa, hingga Ikang Fawzi.
“Lifestyle pada saat itu memiliki social aspect yang besar, sehingga kreativitasnya menjadi no boundaries.” ujar pelantun ‘Selangkah Ke Seberang’ tersebut.
Jiwa Muda Bukan Untuk Sekedar Eksistensi, Tapi Regenerasi
Istilah “jiwa muda” bukanlah sekedar jargon belaka buat Fariz RM, musisi multi-instrumentalist ini selalu terlibat di skena anak muda. Ia selalu ingin merasakan langsung bagaimana musik Indonesia terus regenerasi di tangan musisi-musisi muda. Hal ini lah yang membuat Fariz senang melakukan kolaborasi dengan musisi muda di tiap era.
Mungkin banyak dari lo yang udah ngeliat penampilan Fariz RM sama Diskoria di acara Suara Disko sekitar tahun 2017. Seorang Fariz RM pun kaget ketika 40 tahun kemudian lagu ‘Sakura’ dan ‘Barcelona’ masih dinyanyikan dengan lantang di hiruk pikuk pesta.
Well, nggak cuma itu aja. Di tahun 80-90an, Fariz pernah berkolaborasi dengan dedengkot rock Ahmad Albar dan Godbless. Masuk di tahun 2000an, bermain dengan dua raksasa indie The SIGIT dan White Shoes & The Couples Company. Hingga masuk ke nuansa jazz bersama Barry Likumahuwa di tahun 2011.
Hal ini membuktikan bahwa kapasitas Fariz RM sebagai musisi bukan cuma terletak di skill-nya aja, tapi juga di sikap terbuka pada zaman dan rendah hati dengan musisi yang lebih muda.
Regenerasi Itu Dibawakan Oleh Transs
Regenerasi memang menjadi salah satu misi utama Fariz dalam berkarya. Misi yang nggak main-main ini eksekusinya juga nggak main-main. Fariz mengumpulkan para pemain terbaik dari festival band pada saat itu, diantaranya Erwin Gutawa dan Uce Haryono untuk membentuk band jazz-fusion Transs.
Band yang hanya melahirkan satu album, ‘Hotel San Vicente’ ini berhasil meregenerasi musik Indonesia. Transs berhasil menjadi pondasi untuk band-band yang beraliran serupa seperti Emerald, Krakatau, hingga Karimata. Nuansa jazz dan funk dalam band ini juga membangun landasan untuk musik city pop yang digemari anak-anak muda sekarang.
Fariz RM mengaku sangat senang dan mendukung, ketika lagu ‘Senja dan Kahlua’ dari Transs akan dibawakan kembali oleh Kurosuke di mini album ‘Lagu Baru Dari Masa Lalu’. Menurutnya, inisiatif ini merupakan cara yang baik untuk mengapresiasi karya yang sudah ada dan menampilkan kreatifitas dari insan muda.
Sebagai musisi yang tergolong “senior”, Fariz tidak pernah terjebak dalam kejayaan masa lalu. Jiwanya terus melangkah kedepan dan membuka cakrawala banyak orang. Fariz RM merupakan bagian nyata dari era 80an itu sendiri, penuh warna dan euforia.
Lo bisa dengerin cerita Fariz RM soal musik 80an dan mini album ‘Lagu Baru Dari Masa Lalu’ yang merupakan hasil kolaborasi MLDSPOT dan Irama Nusantara di episode ‘Lagu Baru Dari Masa Lalu’ di YouTube channel MLDSPOT TV. Subscribe juga YouTube channel MLDSPOT TV dan follow @mldspot di Instagram. Get yourself inspired by MLDSPOT.
Comments